Rabu, 26 Oktober 2011

PENGENDALIAN VEKTOR TICKS FKM_KL TAHUN 2011


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001). Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010).
Sengkenit atau ticks telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, ketika Smith dan Kilbourne menemukan species Boophilus annulatus sebagai vektor penular “demam Texas” pada lembu. Pada beberapa species tidak saja dapat menularkan penyakit melalui stadium metamorfosis dari pada sengkenit, tetapi juga melalui telur, kepada generasi berikutnya. Bila penyakit ini menular di antara binatang peliharaan akan menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Ricketsia merupakan parasit intrasellular obligate yang mampu hidup di luar jaringan hewan dan dapat ditularkan di antara hewan oleh. Rat fleas, Body lice dan Wood tick adalah vektor arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.

B.   Rumusan Masalah
a)      Bagaimana morfologi Ticks ?
b)      Bagaimana siklus hidup dan bionomic Ticks?
c)      Dimana habitat Ticks?
d)      Bagaimana peranan Ticks dalam kesehatan masyarakat?
e)      Bagaimana pengendalian Ticks?

C.   Tujuan
a)      Mengetahui morfologi Ticks
b)      Mengetahui siklus hidup dan bionomic Ticks
c)      Mengetahui habitat Ticks
d)      Mengetahui peranan Ticks dalam kesehatan masyarakat
e)      Mengetahui pengendalian Ticks


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Morfologi Ticks
Didalam buku teks inggris,tungau disebut dengan istilah mites(baca:maits) sedangkan sengkenit atau camplak disebut ticks. Kedua kelompok serangga ini, bersama-sama laba2 dan klajengking termasuk didalam kelas arachnida yang mempunyai 4 ordo penting yaitu ordo acarina yaitu ordo tempat sengkenit(camplak) dan tungau beradaTicks merupakan kelas archanida yang ditemukan diseluruh dunia di zona tropis  dan temperatur yang dibagi dalam 2 famili yaitu famili Ixodidae dan famili Argasidae
Ciri- ciri Ticks :
a.      Panjang 3 sampai 5 mm
b.      Pucat berwarna coklat
c.       Kutu betina berubah menjadi abu-abu-biru setelah makan.
d.       kutu betina ukuran dorsal piring, yang mencakup sekitar sepertiga dari permukaan atas.
e.      Kutu jantan memiliki lempeng dorsal mencakup seluruh permukaan tubuh bagian atas.
·         Kutu keras (FamiIi Ixodidae).
 Bagian mulut jika dilihat dari atas, kutu keras memiliki perisai di belakangnya. Ini memiliki piring dorsal keras dan bagian-bagian mulut yang memanjang dengan deretan gigi mundur. kutu keras mampu mentransmisikan penyakit seperti tularemia, Demam bercak Rocky Mountain, penyakit Lyme, demam Q.
_Pic65Gambar 1. Kutu keras

·         Soft Kutu (Famili Argasidae). 
Kutu lunak berbentuk   bulat  atau oval dan sedikit memiliki perisai di belakang,  kulitnya kasar  dan berkerut. Pada kutu lunak dewasa, mulut tidak terlihat dari  atas. kutu ​​lunak dapat mengirimkan spirochetes yang menyebabkan demam kambuh. kutu mendapat spirochetes ketika menelan darah hewan yang terinfeksi.
           
_Pic67Gambar 2. Kutu Lunak

B.   Siklus Hidup dan Bionomic Ticks
Ada empat tahap perkembangan dalam parasit kutu - telur, larva, nimfa dan dewasa. Untuk setiap tahap dibutuhkan makan darah. Siklus hidup selesai pada 12 bulan dan kelangsungan pertumbuhan tergantung pada kutu mendapatkan makan darah. Selama makan, kutu mungkin memakan ekstrak hingga 8 ml darah dan dapat mengambil hingga 100 kali berat badan mereka dalam darah. Para perempuan dewasa harus memakan darah sebelum dapat memproduksi telur. Hal ini dapat menyimpan hingga 3000 telur, yang menetas dalam 40-60 hari, tergantung pada suhu dan kelembaban.

·         Kutu keras (FamiIy Ixodidae).
Siklus hidup pada tick keras adalah jenis metamorfosis bertahap, terdiri dari empat tahap: telur, larva (tidak seperti cacing), nimfa, dan dewasa. Penyelesaian siklus hidup dapat berlangsung dari 6 minggu sampai 2 tahun. Semua tahap terakhir pakan telur di darah vertebrata, sebagian besar mamalia. Perempuan menjadi sangat distensi whiIe makan, periode biasanya 5 sampai 10 hari. Kopulasi berlangsung di whiIe tuan betina makan. Setelah kopulasi, perempuan membutuhkan lebih banyak darah, turun ke tanah, menemukan tempat yang terlindung, dan dalam beberapa hari deposito massa agar-agar telur yang jumlahnya menjadi ribuan. Oviposisi ini mungkin memakan waktu beberapa hari, setelah yang betina mati. Dalam kondisi yang menguntungkan, telur menetas dalam waktu sekitar satu bulan, tetapi selama cuaca dingin, mereka tidak mungkin menetas selama beberapa bulan. Beberapa hari setelah menetas, larva berkaki enam (juga disebut "kutu benih") memanjat gulma, batang, atau ranting atau berjalan di atas tanah untuk menemukan host yang cocok seperti mamalia kecil. Mereka makan dgn lahap pada darah dari tuan rumah, turun ke tanah, dan meranggas ke tahap NIMFA. Nimfa kemudian menunggu hewan, feed, turun ke tanah, dan molts ke dewasa yang kemudian mengulangi siklus.
_Pic66
Gambar 3. Siklus hidup ticks keras




·         Soft Kutu (Keluarga Argasidae).
Pada Kutu lunak rahasia dalam kebiasaan mereka, makan di malam hari dan menyembunyikan diri pada siang hari di celah-celah atau retak di dekat sarang atau bertengger dari tuan rumah. Para perempuan mencari makan dan bertelur secara bergantian selama waktu yang relatif panjang. Dengan demikian, kutu lunak tunggal dapat makan, pada host yang berbeda selama satu periode tertentu, yang tajam meningkatkan pembawa penyakit potensial. Banyak kutu lunak memakan burung dan reptil, meskipun yang lain lebih suka mamalia sebagai tuan rumah.

C.   Habitat Ticks
Habitat ticks harus memenuhi dua persyaratan penting untuk kelangsungan hidup ticks. Ini adalah penyediaan  kelembaban cukup tinggi untuk kutu untuk menjaga keseimbangan air dan campuran spesies hewan untuk bertindak sebagai host untuk  tiga tahap kutu, larva, nimfa dan dewasa. Kutu rentan terhadap pengeringan selama periode intermiten dari host mencari  (Questing) dan di daerah yang terkena kegiatan seperti itu hanya mungkin berlangsung beberapa minggu, sedangkan di lingkungan terlindung questing  bisa berlanjut selama beberapa bulan. Kutu juga rentan terhadap kekeringan selama fase pengembangan yang panjang, ketika mereka  terletak pada atau dekat permukaan tanah. Di sini mereka mengubah selama periode bulan ke tahap berikutnya, atau dalam kasus  betina dewasa, bertelur.  Dalam kedua questing dan mengembangkan fase kutu dapat memperoleh air dari udara subsaturated dengan mengeluarkan dan kemudian kembali menelan  higroskopis cairan yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (Kahl et al 1990 Exp Acarol Appl.. 9:239-58).
 Kegiatan  ini  memungkinkan kutu untuk menjaga keseimbangan air yang stabil selama kelembaban relatif mikro mereka tidak jatuh di bawah  80-85% untuk waktu yang lama. Kutu ini sehingga dapat hanya bertahan di daerah di mana cover bagus vegetasi  dan tikar dari vegetasi yang membusuk terjadi sehingga kelembaban relatif di dasar vegetasi tetap di atas  80-85% sepanjang tahun terkering kali, biasanya musim panas. Namun, habitat tersebut juga dapat terlalu basah  dan kutu tidak akan bertahan hidup di daerah yang terkena banjir untuk waktu yang lama di musim dingin.
Habitat juga harus mengandung konsentrasi yang cocok dan berbagai host untuk setiap tahap parasit (larva, anakan dan  dewasa betina). Betina dewasa (laki-laki mengambil darah sedikit atau tidak) hanya akan berhasil pakan pada hewan besar seperti  rusa, domba, sapi dan anjing (pengecualian adalah landak, Erinaceus europaeus, meskipun ukuran kecil). Yang belum dewasa  tahap dapat parasitize hampir semua hewan berdarah hangat-(termasuk host di atas dan hewan pengerat, burung dan beberapa  reptil), tetapi peri kurang sukses di mamalia kecil daripada larva. Persyaratan ini berarti bahwa kutu  terutama berlokasi di hutan yang mengandung sulung kecil dan mamalia besar, tetapi mereka juga dapat ditemukan di  konifer hutan, asalkan ada vegetasi sampah yang memadai pada tanah dan iklim mikro yang lembab.  Dalam buka  habitat seperti padang rumput tua dan Moorland, dimana curah hujan cukup tinggi dan cukup padat vegetasi untuk  mempertahankan kelembaban yang memadai, sumber utama makanan darah untuk semua tahap biasanya ternak seperti domba dan sapi.

D.   Peran Ticks dalam Kesehatan Masyarakat
Sengkenit keras berperan sebagai vector(transmitter). Mikroorganisme yang dapat ditularkan oleh sengkenit adalah protozoa,rickettsia, virus serta bakteri.Pada mikroorganisme protozoa, sengkenit keras sebagai vector  pada babesia bigemina; menyebabkan babesiosis pada hewan. Sedangkan Pada mikroorganisme Rickettsia, bebnerapa spesies sengkenit bertindak sebagian vector dari penyakit yang disebabkan oleh rickettsiaanatara lain demam bercak Rocky mountain(Rocky mountain spotted fever); demam Q(query fever); demam thypus Afrika selatan (south Africa tick thypus); demam thypus Siberia dan demam thypus queensland.
Demam bercak rocky mountain disebabkan oleh ricketsia ricketsii yang banyak tersebar di daerah barat amerika,yaitu sekitar pegunungan rocky mountain. Ricketsia ini didalam sengkenit dapat diturunkan secara transovarial. Manusia terinfeksi melaui gigitan sengkenit atau melalui kontaminasi pada kulit yang terluka.garukan atau gosokan yang terlalu kuat untuk membunuhsengkenit yang sedang menggigit dapat menyebabkan tubuh sengkenit hancur dan cairan tubuhnya masuk kedalam kulit yang terluka. Sering terjadi menjelang pada usia pertengahan,setelah melalui masa inkubasi 3-10 hari,timbul gejala spti influenza demam,pusing,sakit tenggorokan,muntah,gelisah,sakit pada sendi. Jika penyakitnya berat maka akan timbul delirium,koma,timbul bercak dikulit berupa bintik merah(rash) yang mulai pada lengan,kakidan menyebar kepunggung. Pengobatannya dengan pemberian antibiotic kloramfenikol atau tetrasiklin.
Pada Demam Q (query fever), penyebabnya ricketsia burnetti dimana infeksi terjadi melalui gigitan sengkenit, serangan penyakit ini dapat bersifat akut,kronis atau relapsing(hilang timbul). Gejalanya antara lain demam,nyeri kepala berat,kesadaran menurun,nyeri daerah abdomen. Kadang2 terjadi pneumonia; hepapatitis; ikterus; endikarditis. Pada pemeriksaan laboratorium sering dotemukan leukopeni. Diagnosis dengan mengisolasi ricketsia dari sputum atau darah penderita,dapat juga dengan tes serologis melalui uji fiksasi komplemen. Untuk meringankan gejala diberi obat simptomatis, sedangkan untuk ricketsia diberi antibiotic tetrasiklin.
Sengkenit secara alamiah mempertahankan infeksi dengan penularan transovarium (penyaluran organisme dari sengkenit yang terinfeksi pada anaknya) dan pada sebagian kecil mendapat riketsia ketika menghisap darah dari hospes binatang yang riketsemia sementara seperti anjing dan rodensia. Banyak spesies sengkenit mampu menahan dan menularkan agen infeksi ke hospes mamalia, termasuk manusia dengan memuntahkan (regurgitasi) saliva yang terinfeksi selama makan.

E.      Pengendalian Ticks
Orang-orang yang berada di daerah dimana banyak ticks harus memeriksa baju dan tubuhnya untuk menghilangkan semua ticks yang ada sebelum mereka bisa meletakkan diri mereka. Tanaman-tanaman rendah dan rumput di tempat-tempat rekreasi harus dibersihkan atau dibakar. Tick yang sudah melekatkan dirinya harus ditarik dengan perlahan-lahan supaya kepala dan bagian-bagian mulutnya yang menggigit tidak sampai terputus dan tertinggal dalam luka gigitan. Kadang-kadang ini dipermudah dengan mendekatkan rokok yang dibakar pada tubuh tick itu atau dengan meneteskan chloroform, ether, karbon tetra chlorida, vaseline atau cat kuku pada tubuh tick itu. Setelah beberapa menit sampai 1/2 jam tick itu akan melepaskan gigitannya dan dengan mudah dapat dilepaskan dari kulit bekas gigitan tick harus diberi dibexlsaJf antibiotika. Pemberantasan tick bisa juga dilakukan dengan insektisida, dengan menyemprotan residual misalnya : untuk menyemprotkan dalam rumah: Emulsi atau larutan 5% DDT;
3% chlordane; 0.5% dieldrin; 0.5% lindane; 0,5% diazinon; 1% malathion. Kadang-kadang baik ditambahkan 0,2-0.5% DDVP karena fumigant effentnya. DDT dipakai untuk penyemprotan daerah yang luas. Untuk penyemprotan daerah-daerah kecil bisa dipakai insektisida lain. Untuk penyemprotan diluar rumah yaitu : daerah-daerah dengan banyak tumbuh-tumbuhan bisa dipakai DDT, chlordane, dieldrin, toxhapeno (1/2-1 kg insektisida untuk setiap aere). Juga bisa dipakai BHC ( gamma isomer) sebanyak 1/4 kg/aere sebagai debu suspensi atau emulsi. BHC lebih aman untuk ikan.

MAKALAH VEKTOR KECOA KL_FKM UNHAS TAHUN 2011


PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG

Pengendalian vektor penular penyakit di atas kapal merupakan salah satu upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit. Survei awal yang dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 83,3 % kapal yang datang melalui pelabuhan Belawan dikategorikan risiko tinggi karena di atas kapal dijumpai vektor penyakit.
Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe Explanatory research yang bertujuan menganalisis pengaruh determinan perilaku terhadap pengendalian vector penyakit oleh Anak Buah Kapal (ABK) melalui pelabuhan Belawan. Populasi dalam penelitian sebanyak 46 orang ABK dengan jabatan sebagai Chip cook (penjamah makanan di kapal). Sampel adalah total populasi, sedangkan analisis data digunakan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi yang tidak berpengaruh terhadap tindakan pengendalian vektor penyakit oleh ABK meliputi umur (p=0,494), masa kerja (p=0,949), kebangsaan (p=0,256), pengetahuan (p=0,516) dan sikap (p=0,871). Sedangkan berdasarkan faktor pendukung dan factor pendorong, variabel ketersediaan waktu (p=0,008), dukungan seprofesi (p=0,026) dan dukungan kapten (p=0,034) berpengaruh signifikan terhadap pengendalian vector penyakit, namun variabel ketersediaan sarana (p=0,574) dan dukungan petugas (p=0,429) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengendalian vector penyakit oleh ABK melalui pelabuhan Belawan.
Disarankan kepada Direktorat Jenderal PP & PL Depkes RI agar membuat rekomendasi kepada pihak pelayaran umtuk dilakukan rekrutmen tenaga ABK yang khusus menangani pengendalian vektor di atas kapal dan menginstruksikan kepada seluruh Kepala KKP untuk meningkatkan pengawasan vektor penyakit di atas kapal. Kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan agar membuat perencanaan pemberantasan vektor dengan melibatkan stake holder di pelabuhan serta meningkatkan sosialisasi kepada seluruh ABK tentang faktor risiko keberadaan vektor di atas kapal.

RUMUSAN MALASAH
·         Faktor penyebab timbulnya vector kecoak di atas kapal
·         Pencegahan/pengendalian  vector yang dilakukan dari berbagai sumber

PEMBAHASAN

Menurut WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat.

Menurut Iskandar (1989), vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat (2005), keberadaan vector penyakit dapat mempermudah penyebaran agent penyakit. Hal ini menentukan bahwa masuknya agent baru ke dalam suatu lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.

Definisi zoonosis menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah suatu penyakit yang secara alamiah dapat menular di antara hewan vertebrata dan manusia (WHO, 2005). Sedangkan menurut Undang Undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan, dinyatakan bahwa penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya. Karena banyaknya penyakit menular yang tergolong zoonosis dan kompleknya keragaman penyakit ini, maka berbagai ahli berusaha untuk menggolongkan menurut cara penularannya, reservoir utama, penyebab dan asal hewan penyebarnya. Berdasarkan cara penularannya penyakit zoonosis menurut Dharmonojo, (2001) dapat dibedakan menjadi :
a) Anthropozoonoses yaitu penyakit yang ditularkan dari manusia ke hewan vertebrata.
b) Zooanthropozoonoses yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
c) Amphixenoses yaitu penyakit yang terdapat pada manusia maupun hewan.

Vektor yang paling sering dijumpai di atas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoa merupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi di dalam lubang atau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia adalah kecoa yang sering berkembangbiak dan hidup di sekitar makhluk hidup yang sudah mati. Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran di dalam ruangan melewati dinding, pipa-pipa atau tempat sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga kita dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dia hinggapi.

Pembangunan kesehatan di wilayah kerja pelabuhan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia sehat 2010. Pembangunan kesehatan di pelabuhan perlu dikembangkan peranan dan fungsinya agar wilayah pelabuhan dan alat angkut tidak menjadi sumber penularan ataupun habitat yang subur bagi perkembangbiakan kuman atau vektor penyakit.

Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang strategis bagi masuknya vektor penular penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah dari berbagai negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar negara mengakibatkan dampak negatif di bidang kesehatan yaitu percepatan perpindahan dan penyebaran vektor penyakit menular potensial wabah yang dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebaran vektor melalui alat angkut
adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri (Depkes RI, 2007a).
Keberadaan vektor di atas kapal dapat mempengaruhi kondisi kesehatan para Anak Buah Kapal (ABK) karena vektor dapat menularkan penyakit kepada manusia. Misalnya vektor jenis kecoa yang ada di atas kapal sering membawa mikroorganisme seperti Salmonella, Entamoeba histolitica yaitu kuman penyebab diare, typhoid/thypus, disentri, cholera dan virus hepatitis A (Aryatie, 2005).
            Pada kasus penyakit diare misalnya, data menurut Depkes RI (2006b), angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2001 (301 kasus) meningkat menjadi 374 per1000 penduduk pada tahun 2003. Sedangkan hasil wawancara terhadap 20 orang kapten kapal pada bulan Desember 2007 bahwa penyakit yang sering dikeluhkan para ABKnya adalah penyakit diare atau penyakit perut. Hal ini didukung oleh data kunjungan poliklinik tahun 2006/2007 yang dihimpun dari beberapa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas utama di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa laporan penyakit diare di KKP Tanjung Priok (318 kasus), KKP Batam (77 kasus), KKP Makassar (205 kasus), KKP Surabaya (110 kasus), Semarang (84 kasus), Dumai
(538 kasus) dan KKP Medan (72 kasus) (Simkespel, 2007).

Untuk mewaspadai penyebaran masuknya vektor penular penyakit lewat pelabuhan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008 telah ditetapkan bahwa KKP sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan ujung tombak Departemen Kesehatan RI yang berwenang mencegah dan mengendalikan vector penular penyakit yang masuk dan keluar pelabuhan dengan melakukan upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit secara profesional sesuai standar dan persyaratan yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2008)

Jenis-jenis kecoa yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat dan tempat hidupnya pada umumnya berada di dalam lingkungan manusia dan khususnya di dalam lingkungan kapal antara lain : German cockroach (Blatella germanica), American cockroach (Periplaneta americana), Oriental cockroach (Blatta orientalis) Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa) dan Brown cockroach (Periplanetabrunnea) (Aryatie, 2005).

Menurut Depkes RI (2002), kecoa merupakan serangga yang hidup di dalam rumah, restoran, hotel, rumah sakit, alat angkut, gudang, kantor, perpustakaan, dan lain-lain. Serangga ini sangat dekat hidupnya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat terbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga ini dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaan
tertentu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :
a) Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.
b) Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
c) Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan pembengkakan pada kelopak mata.

Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri atau kuman penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana kuman tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.

Solusi
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap kapsul telur dan kecoa :
1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan membakar/dihancurkan.
2) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik atau mekanis dengan :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.
- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.
- Menutup celah-celah dinding.
Secara Kimiawi :
- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).
Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan).

Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) :
1) Pencegahan
Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-celah,lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup kecoa dalamdapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikasi instalasi pipa sanitasi.
2) Sanitasi
Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor, membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian kotor dan kain lap kotor.
3) Trapping
Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.
4) Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif adalah dengan fumigasi.